-
Akhmad Ryan Pratama | Peserta Duta Damai Kaltim 1st Anniversary
“Beri aku 1.000 orang tua, niscanya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, maka akan aku guncang dunia” - Ir. Soekarno
Pemuda memiliki peranan penting bagi perkembangan bangsa Indonesia, kaum muda Indonesia berperan penting mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan. Peranan pemuda yang sangat signifikan tersebut ternarasikan dengan sangat baik dalam bahan ajar sejarah di sekolah-sekolah. Namun, narasi peranan pemuda di Kalimantan Timur tenggelam oleh narasi gerakan pemuda Nasional yang berpusat di Jawa. Padahal gerakan pemuda di Kalimantan Timur juga berperan penting atas terbentuknya NKRI. Oleh karenanya opini ini berusah untuk mengungkapkan peranan pemuda Kalimantan Timur yang tenggelam oleh hingar bingar narasi historiografi nasional yang lebih memberikan porsi narasi cukup besar bagi peranan pemuda di Jawa.
Dalam konteks gerakan revolusi status pemuda ini hanyalah status sementara, karena merupakan salah satu fase dari kehidupan manusia. Definisi status pemuda lebih diasumsikan bagi para lelaki yang mulai dewasa dan belum menikah. Namun menurut definisi KBBI, pemuda ialah status yang dideskripsikan dengan batasan umur yang sangat jelas, orang dikatakan pemuda apabila ia berumur dibawah 40 tahun. Menurut Ben Anderson pemuda bukan hanya saja terbatas dalam artian fisik yang ditentukan oleh umur, namun melebihi batas itu yang lebih bersifat sebagai sikap dan tingkah laku yang pantang menyerah, berani, siap berjuang untuk menentang penindasan, serta bersikap setara satu sama lain sebagai simbolisasi hancurnya kebudayaan kolonial yang dinilai bersifat feudal dan diskriminatif.
Ideologi yang dipakai oleh pemuda di Indonesia pada tahun 1945 – 1950 dipengaruhi oleh kebijakan para penguasa sebelumnya, yaitu pemerintah kolonial Belanda dan pendudukan (penjajahan) Jepang. Namun ada dua haluan politik menonjol yang biasanya diterima dan diyakini oleh pemuda pada masa pergerakan antara tahun 1945 sampai 1950, yaitu haluan politik Islam dan Nasionalis. Kedua haluan politik ini pada masa kolonial Belanda sempat diredam, namun ketika masa pemerintahan pendudukan Jepang, kedua haluan politik ini kembali dibangkitkan. Pemuda Islam dan Nasionalis dibutuhkan Jepang untuk bisa meraih simpati masyarakat Indonesia dalam perang melawan pasukan sekutu, terutama Belanda. Propaganda Jepang yang mengajarkan kebencian terhadap barat khususnya Belanda akhirnya dijadikan sebuah dalil pembenaran untuk melakukan konfrotasi terbuka. Akhirnya tidaklah mengherankan ketika terjadi kekosongan politik akibat Jepang kalah pada Perang Dunia II, maka dengan segera para pemuda menyerang simbol-simbol kekuasaan kolonial Belanda. Konsepsi haluan politik ini juga terjadi di Kalimantan Timur.
Kemunculan Gerakan Pemuda di Kalimantan Timur
Dalam sebuah gerakan pemuda, peranan literasi sangat memainkan peranan penting dalam menentukan arah dari gerakan pemuda. Pada masa kolonial Belanda, hanya sekitar 3% dari total populasi Bumiputra yang bisa membaca dan menulis. Populasi yang sangat sedikit itu pada umumnya hanya dimiliki oleh buruh-buruh minyak yang bekerja di perusahaan Belanda, yaitu BPM. Wajar, sehingga gerakan pemuda dan para pejuang di awal revolusi kemerdekaan dimotori oleh buruh-buruh minyak, karena pada masa itu merekalah yang memiliki akses untuk mendapatkan informasi dengan sangat luas.
Gerakan pemuda di Kalimantan Timur semakin membesar sejak kedatangan tentara sekutu pimpinan Australia yang juga disusupi oleh tentara-tentara NICA. Walaupun berada dalam satu gerbong yang sama, sebagian dari tentara Australia tidak menyukai sikap dari prajurit NICA yang dianggap angkuh dan sombong. Sebagian dari prajurit Australia mendukung laskar-laskar pemuda lokal yang terdapat di Balikpapan dengan menyelundupkan senjata, atau memberikan motivasi atau simpati atas kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat kota Balikpapan. Untuk memperlihatkan bentuk dukungan tentara Australia kepada perjuangan kemerdekaan Suatu petisi yang mendukung kemerdekaan Indonesia ditandatangani oleh 80 prajurit Australia di Balikpapan untuk mendukung para pemuda melawan Belanda yang akan menguasai kembali kota tersebut.[1] (1)
Setelah kepergian tentara Australia, dan seluruh tawanan perang Jepang berhasil dipulangkan kembali, situasi politik di beberapa kota besar di Kalimantan Timur tidak stabil. Pergolakan terjadi ketika Belanda berusaha untuk kembali menguasai Balikpapan yaitu dengan cara memasukkan Balikpapan dalam keresidenan baru yaitu Oost Borneo yang terpisah dengan Zuid Borneo. Keputusan tersebut tertuang dengan dikeluarkannya Staatsblad 1946 nomor 64.[2] (2) Belanda mulai melakukan langkah politik dengan mengadakan konferensi Malino pada tanggal 16 Juli 1946. Konferensi ini bertujuan untuk berusaha memasukkan Balikpapan dan Samarinda serta beberapa daerah dalam wilayah Kalimantan Timur kedalam negara boneka bentukan Belanda yaitu negara Kalimantan.[3] (3)
Sementara itu. kekosongan politik yang terjadi di Balikpapan ternyata juga dimanfaatkan oleh sekelompok pemuda untuk membentuk sebuah partai politik lokal yang bernama Ikatan Nasional Indonesia (INI) di Balikpapan pada tanggal 5 Juni 1946. Sebelum konferensi Malino tersebut diadakan para pengurus INI telah menentang adanya konferensi tersebut, serta merekomendasikan Sultan Kutai untuk menentukan sikap politiknya, serta tidak mendukung konferensi tersebut dengan menolak untuk mengirimkan utusan.[4] (4)
Pada tanggal 11 November 1946, para pemuda di Balikpapan mengirimkan telegram kepada perdana menteri Republik Indonesia Sutan Syahrir yang menyatakan bahwa Balikpapan mendukung terbentuknya pemerintahan Republik Indonesia.[5] (5) Terbentuknya negara Federasi Kalimantan Timur yang didukung oleh Belanda semakin meningkatkan eskalasi ketegangan konflik antara pemuda dan rakyat yang pro kepada Republik Indonesia; dimotoroi oleh INI dan Front Nasional Indonesia (FONI) dengan tentara KNIL atau NICA di kota-kota besar di Kalimantan Timur, termasuk Balikpapan.[6] (6)
Peran Pemuda Dalam Menenggelamkan Kekuasaan Kolonial di Kalimantan Timur
Pertempuran yang terjadi antara para pemuda dengan KNIL antara tahun 1946 hingga akhir tahun 1949 membuat situasi perekonomian di kota-kota besar Kalimantan Timur seperti Balikpapan dan Samarinda berjalan dengan sangat lambat. Pemberlakuan keadaan negara dalam status perang yang disebabkan situasi keamanan tidak kondusif berdampak pada kondisi kehidupan sosial serta ekonomi semakin tidak menentu. Banyaknya toko-toko serta pasar yang tutup akibat kurangnya suplai kebutuhan pokok mendesak rakyat Kalimantan Timur untuk hidup dalam situasi yang memprihatinkan. Kondisi penuh ketidakpastian itu berlangsung hingga akhir tahun 1949. Sesuai hasil yang dicapai dalam konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949, memutuskan negara konfederasi Kalimantan Timur kembali masuk dalam Republik Indonesia.[7] (7)
Dewan Kalimantan Timur dalam sidangnya yang diselenggarakan pada pertengahan bulan Februari tahun 1950 telah mengeluarkan sebuah mosi yang ditujukkan kepada pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) agar Kalimantan Timur bergabung dengan Republik Indonesia. Akhirnya permintaan untuk menggabungkan diri tersebut disetujui melalui keputusan presiden RIS No. 127 tahun 1950 yang menetapkan bahwa penggabungan daerah Kalimantan Timur ke Republik Indonesia pada tanggal 24 Maret 1950.[8] (8) Selain itu pemuda juga menuntut adanya pemekaran wilayah di Kalimantan Timur, sehingga proses pembangunan dapat berjalan optimal. Permintaan tersebut dikabulkan, pada tahun 1960 terbentuklah 3 wilayah administrasi kotapraja dan kabupaten baru yaitu, kotapraja Balikpapan, kotapraja Samarinda, dan kabupaten Berau.[9] (9)
Gerakan Pemuda Kalimantan Timur tidak hanya terbatas pada gerakan konfrontasi militer saja, tapi juga meluas kepada gerakan politik dengan gagasan anti feodalisme peninggalan Belanda. Para pemuda di Kalimantan Timur tidak memedulikan latar belakang etnis, agama, maupun pandangan politik. Pada saat itu mereka hanya terfokus pada satu tujuan yang sama yaitu menghentikan anasir anasir kolonial Belanda yang hendak kembali berkuasa di Indonesia. Pemuda pada masa itu hanya ingin kembali bersatu secara administrasi dan ideologis dengan pemerintahan pusat yang ada di Jakarta, dibawah kepemimpinan Soekarno-Hatta.
Makna Historis Gerakan Pemuda di Kalimantan Timur
Dalam konteks saat ini gerakan pemuda di Kalimantan Timur memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga, bahwa demi tercapainya tujuan nasional para pemuda tidak memandang latar belakang ataupun menghembuskan isu SARA sebagai sebuah alasan untuk melakukan polarisasi politik identitas kelompok yang mengarah kepada terjadinya disintegrasi bangsa. Berbeda dengan kondisi saat ini, dimana isu-isu SARA selalu menjadi bahan gorengan dalam setiap kepentingan politik kelompok tertentu. Pemuda pada saat itu memiliki ideologi yang sangat jelas, yaitu menolak segala bentuk diskriminasi yang dapat mengancam cita-cita nasional. Mereka melakukan berbagai cara agar cita-cita nasional, keadilan bagi seluruh tumpah darah bangsa Indonesia, serta persatuan Indonesia dapat tercapai.
Ketika memahami proses gerakan pemuda pada masa lampau, dan kemudian melihat kondisi saat sekarang, semangat pemuda era kini jauh dari semangat revolusi pada masa itu, kita terjebak dalam politik segmentasi yang didasarkan oleh identitas sempit berupa pengelompokan suku, agama, dan golongan. Semangat perjuangan kita (mungkin) tidak lagi murni demi persatuan Indonesia dan kebaikan bersama, namun nilai dari semangat perjuangan kita didasarkan atas kepentingan-kepentingan kelompok atau golongan yang saling bersaing untuk bisa berkuasa. Sejarah tetap terus dipelajari di ruang-ruang kelas, tetapi apakah benar kita sudah mampu mengambil pelajaran dari sejarah tersebut? Mengingat kita selalu (dengan bodohnya) mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama?
Daftar Pustaka
(1) Anthony Reid, dkk, Australia dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 18 -20.
(2) A. Moeis. Hasan. Ikut Mengukir Sejarah. (Penerbit, Tahun, dan Tempat terbit tidak diketahui), hlm. 35.
(3) Ibid, hlm. 69.
(4) Ibid, hlm. 63 Pada bulan Februari tahun 1950 INI (Ikatan Nasional Indonesia) akhirnya meleburkan diri kedalam PNI (Partai Nasional Indonesia) setelah mengadakan konferensi di Tenggarong.
(5) Ibid, hlm. 74.
(6) Federasi Kalimantan Timur dibentuk dan digagas oleh Van Mook, federasi ini memiliki status ketatanegaraan sendiri dan setara dengan negara-negara boneka lain. Federasi ini terdiri dari gabungan kesultanan yang ada di Kalimantan Timur yaitu Kesultanan Kutai, Bulungan, Berau, dan Paser. Pimpinan federasi ini dipegang oleh Sultan Kutai yaitu Adji Mohammad Parikesit. Kesultanan Kutai yang cenderung pro kepada Belanda membuat para pemuda dendam dan antipasti terhadap keluarga kesultanan.
(7) Ibid., hlm. 125 – 126.
(8) Ibid,. hlm. 127.
(9) Ibid., hlm. 136.
(10) Ibid. hlm. 137.
(11) Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Timur Dari Masa ke Masa. (Samarinda: Pemprop Kalimantan Timur, 1992)., hlm. 157 – 158.
Kategori
Dapatkan Informasi Terbaru
Subscribe dengan menggunakan emailmu agar di kemudian hari kami bisa menginformasikan sesuatu kepadamu dengan mudah!