-
Kamal | Peserta 1st Anniversary Duta Damai Kaltim
Banyak yang menaruh harapan besar dan cita-cita tentang perdamaian. Tapi, terkadang harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Sampai saat ini masih banyak konflik yang sering terjadi disekitar kita. Salah satu contohnya yakni tepat pada tanggal 17 April 2019, Indonesia mengadakan pemilihan presiden serta pemilihan legislatif yang digelar secara serentak.
Seluruh masyarakat Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke ikut andil dalam pesta demokrasi tersebut. Masyarakat menggunakan hak suaranya untuk memilih pemimpin negeri ini yang akan menjabat selama lima tahun kedepan.
Berkaitan dengan pesta demokrasi, baik sebelum maupun pasca pelaksanaan pemilu, sejarah kembali mencatat banyak terjadinya konflik di berbagai tempat. Sehingga menyebabkan keretakan dalam persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia yang belum terselesaikan hingga hari ini.
Pesta demokrasi sudah berakhir, namun masih ada saja perdebatan – perdebatan yang sering terjadi. Terkait kubu si A dan kubu si B, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Menurut penulis hal ini akan memancing perpecahan dan merupakan bentuk ketidak patuhan terhadap nilai-nilai Pancasila.
Harusnya, hal semacam ini tidak perlu terjadi di negara kita karena semestinya pesta demokrasi disambut dengan damai dan suka cita oleh masyarakat Indonesia, bukannya diwarnai dengan konflik berkepanjangan akibat perbedaan pilihan dan pemikiran. Bukankah hidup rukun dan damai merupakan hal yang indah? Orang – orang yang kurang bijak dalam berdemokrasi serta tidak mampu memaknai perbedaan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap peristiwa keretakan ini.
Seharusnya situasi saat ini menjadi renungan bagi kita semua, jika kita mengenang peristiwa yang menjadi cikal bakal barsatunya seluruh bangsa Indonesia saat perjuangan merebut kemerdekaan, maka solusi yang kita hadirkan tidak cukup hanya dalam bentuk ucapan dan seremonial belaka. Tindakan konkrit serta aksi nyata jauh lebih kita butuhkan hari ini.
Jika kita membaca sejarah satu abad kebelakang, pemuda nusantara menginisiasi berdirinya organisasi pergerakan berbasis semangat nasionalisme. Sejak inilah lembaran sejarah kebangsaan menuju Indonesia merdeka dimulai. Sekali lagi, pemuda adalah pelopor. Hal ini menegaskan betapa penting dan vitalnya peran pemuda dalam konteks persatuan serta perdamaian. Tidaklah berlebihan jika Benedict Anderson mengatakan bahwa pergerakan paling utama di Indonesia adalah gerakan kepemudaan. Generasi muda harus mampu mempersiapkan fajar sebelum orang lain sempat menyadari sinarnya.
Tiap zaman memang memiliki tokohnya sendiri. Hal ini mengisyaratkan dan mewajibkan pemuda dari waktu ke waktu untuk terus beradaptasi. Saat ini rasa persatuan dan perdamaian berada pada kondisi yang mengkhawatirkan, jika tidak ingin dikatakan dalam kondisi gawat darurat.
Oleh sebab itu, pemuda harus menjawab isu krusial dan fundamental hari ini. Setidaknya pemuda harus mencari cara agar benar – benar mampu menjadi pelopor perubahan yang turut serta dalam membangun persatuan dan menjaga keutuhan NKRI.
Pemuda sudah seharusnya memperkuat wawasan kebangsaan. Bisa dipastikan bahwa mereka yang hendak memecah belah bangsa dan negara adalah orang-orang yang minim wawasan kebangsaannya sehingga berimplikasi terhadap munculnya rasa benci terhadap NKRI. Sekalipun ber-KTP sebagai WNI.
Untuk itu, dalam konteks individu sudah sepantasnya pemuda Indonesia memperkuat pemahaman tentang wawasan kebangsaan agar rasa nasionalisme benar – benar tertancap di dalam sanubari kita. Sementara dalam konteks yang lebih luas, pemuda harus hadir ditengah – tengah masyarakat sebagai guru dan pendidik agar kedepannya publik Indonesia memiliki wawasan kebangsaan yang kokoh sekaligus mengakar.
Bersatu, bukan berpisah.
Kategori
Dapatkan Informasi Terbaru
Subscribe dengan menggunakan emailmu agar di kemudian hari kami bisa menginformasikan sesuatu kepadamu dengan mudah!